aku, puncak merbabu dan analogi perjuangan
Aku…..kalo sampai waktuku tak kan ku biarkan seorang kan merayu, tidak juga kau..( Chairil Anwar). Itu kalo puisinya chairil Anwar yang fenomenal dalam dunia sastra.
Kalo dalam versinya sapardi djoko darmono [aku ingin mencintaimu dengan sederhana :dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya debu].
Aku ingin seperti gunung yang tegar, tenang penuh kebijaksanaan..Aku ingin seperti air yang bergemericik, sejuk membasuh wajah bumi (Rudi Susanto)
Pendakian gunung memang sesuatu yang berat, bisa jadi seperti perjalanan kita menuju puncak impian. Jalan yang terjal, gelap, dingin, bisa jadi kehabisan bekal sehingga ekspedisi ke puncak gunung benar-benar akan menggambarkan pribadi kita seperti apa? seperti hal nya kehidupan ini. Perjuangan untuk melihat indahnya sun rise 🙂 dipuncak gunung tidaklah mudah, perlu perencanaan, perlu kerja keras, perlu kerjasama. Ketika untuk pertama kalinya aku mendaki ke Puncak merbabu, aku juga tidak bisa melihat sun rise di pagi hari, karena semua perencaan tidak sama dengan kondisi yang ada di track, dari kopeng ke puncak merbabunya. Dari situlah kita bisa belajar… 😉
Suadaraku, tidak cukup ketika kita sudah sampai puncak.. karena kebahagiaan penaklukan ini tidak akan lama. kita kemudian akan ingat jalan panjang untuk pulang dan saat itu energi kita bisa jadi udah habis.. begitu juga dalam pencapaian prestasi kita dalam kehidupan ini, kadang kita tidak siap untuk back to floor. Tapi dalam naik gunung kita harus siap untuk turun.
Begitulah saudaraku, tapi aku ingin lagi naik di gunung yang lain.. memacu semangat menaklukkan tantangan.. 😀