Skripsi itu indah, maka tulislah menjadi lembar-lembar sejarah

Artono Dwijo Sutomo “heran … mahasiswa mikir skripsi 6 sks dari total 144 sks kok sampai stress …, salah siapa? mahasiswanya sendiri apa dosennya?” itu sebuah status facebook (19 maret 2009) dosenku lebih tepatnya Pembimbing Akademi ku. Teringat tulisanku “Dosen dan Mahasiswa, mana yang susah diatur?” ya gimana ya? Debatable kayakna? Dan tidak bisa digeneralisir. Tergantung personal juga bias jadi, personal mahaiswa atau personak dosennya.
Masih ada juga dosen yang seneng jika malihat mahasiswanya susah, tapi ada juga dosen yang lebih rajin dari mahasiswanya. Kalo menurutku yang penting bisa sehati antara pembimbing dan mahasiswa, seirama saling menyemangati. Dan yang lebih lagi skripsi itu ditulis, bukan hanya di bayangkan.

Saudaraku Fisika 2005, marilah kita mulai singsingkan lengan baju untuk menghancurkan dogma bahwa skripsi itu menyeramkan. Tidaklah seperti itu tentunya, skripsi hanya 6 sks, kita bahkan sudah mengambil 144 sks hingga saat ini. Bukankah itu sudah cukup menunjukkan bahwa kita harus mampu melewati 6 sks terakhir ini? Apakah harus takut dengan ketebalan skripsi ? Tentu tidak juga, karena jika dibandingkan akumulasi tugas-tugas seluruh mata kuliah dari semester awal hingga akhir, pasti lebih tebal.

“Bangkitlah saudaraku!!! Bersemangatlah aku masih ada”. Mari tapaki jalan perdjoeangan ini, yakinlah skripsi itu di tulis jadikan  sajak ini sebagai syair perdjoenganmu 😉

“Ijinkan aku mengelana tanpa batas
Memungut Serpihan-serpihan asa yang masih dibersihkan

Ingin kukabarkan pada senja
bahwa mimpi ini begitu indah untuk dibayangkan

Maka pagi yang membahana
dan pekat malam yang mengharukan
biarkanlah aku menorehkan
lembar-lembar sejarah
dalam nuansa jingga diufuk pelangi…”

(ariomuhammad)