Andai Staff Seperti Koordinator (UNS kapan world class university-nya?)

Membaca tulisanya mas Kurnia tentang “apa saja yang dilakukan seorang koordinator SAT” membuatku tergelitik untuk menulis akan sebuah budaya kerja. Budaya kerja kita memang “seperti itu” tergantung pada pemimpin. Sebuah budaya kerja yang sudah semestinya kita tinggalkan untuk menuju dinamisasi sebuah instansi. Bila kita mengingat perjuang bangsa indonesia dulu kenapa mudah dikalahkan oleh penjajah, salah satunya adalah ketergantungan kepada pemimpin. Jadi ketika pemimpin mereka ditangkap perjuangan merekapan akan terhenti. Dan tentunya kita harus mengambil pelajaran dari sini ( aduh jadi ingat jas merah).

Korelasinya dengan UNS kapan word class university-nya? tentunya sebuah benang merah ada di sana. sebuah contoh kecil yang sering saya lihat dan amati dan bisa jadi penilaian yang subjektif  tapi mungkin ada benarnya. Ini tentang masalah kedatatangan dan kepulangan staff, ketika pagi hari saya sering berangkat kuliah dengan jalan kaki saya sering melihat staff yang buru-buru datang kerektorat untuk sebuah presensi tapi masalahnya apa yang dilakukan setelah itu?. Beberapa oknum setelah itu tidak lantas duduk untuk melaksanakan kewajibanya sebagai staff tetapi melaksanakan kewajiban sebagai ayah untuk mengantarkan anaknya dulu. Kenapa harus tepat presensi kalo tidak tepat  kerja?  dan bukan hanya itu ketika waktu pulang juga pada antri di depan print finger…hiiii.

Kalo pak Tanto bilang itu semua masalah budaya, tapi kapan budaya itu akan berubah menuju kearah yang lebih baik. Andaikan staff seperti Koordinator atau malah Rektor UNS pasti segera menjadi world class university. semoga