CINA, Lima tahun lagi kita ketemu di London, sidney atau paris

CINA, lima tahun lalu kamu hanyalah anak SMA yang tak pernah kepikiran akan bisa lulus kuliah. Kalo ditanya keinginan tentang kuliah jawabmu hanya “Aku ingin kuliah”, kalo ditanya jurusan apa jawabmu hanya “pokoknya kuliah”. Waktu itu kuliah seperti sebuah sosok yang asing bagimu yang selalu terhalang oleh masalah yang namanya biaya. Mau tanya tentang kuliah kepada orang tuamu, aku sudah tahu jawabnya “pasti tak tahu”, orang tua hanyamu hanya tahu bahwa mereka harus membanting tulang agar dirimu tetap bisa sekolah, dan mereka tak peduli apa jenjang dari nama sekolahmu. Yang penting kau berangkat pagi dengan pulang tidak terlambat karena tanggung jawab juga sudah menunggumu dirumah, entah sekedar untuk mencangkul, mencari rumput atau apalah namanya yang kadang Aku sendiri juga tak tahu istilah dari tanggung jawabmu itu.

CINA, sepuluh tahun lalu kau hanyalah anak esempe yang polos, setiap pulang sekolah selalu mendendangkan lagu favoritmu “akulah anak gembala, yang selalu riang serta gembira”. Lagu itu selalu kuingat hingga kini, aku sadar itu bukan hanya sebuah nyanyian tapi juga sebuah manivestasi darimu yang tiap hari sepulang dari bangku sekolahmu engkau harus mengembalakan kambing-kambing milik orang tuamu. Menerobos hutan di seberang sungai dibelakang rumahmu, rumah yang beralaskan tanah, dan berdinding bambu. Melawan matahari hingga menghitamkan kulitmu, melawan rimbunnya hutan hujan hutan tropis yang mulai terjarah kala itu. Begitulah hari-hari kau lalui mengesampingkan rasa kanak-kanak dan atau remajan yang aku sadar betul kau masih ingin bermain dan sedikit bercanda, tapi karena keadaan kau gadaikan masa-masamu itu karena kau tak punya opsi untuk memilih.

CINA, sekarang engkau menjadi seorang mahasiswa , yang harus membiayai kuliah dan hidup sendiri karena aku tahu engkau sudah begitu malu,karena begitu banyaknya meminta kepada orang tuamu. Dengan engkau belum bisa membalas setiap peluh yang dikeluarkan orang tuamu yang bisa mengantarkanmu pada kondisi, titik dan koordinat ini. CINA, tapi satu hal yang tidak berubah darimu, engkau tetap pergi ke sawah dan ladang meski sawahmu sudah tak seperi sawah yang dulu. Aku tahu hanya impian demi impian serta kerja keras yang menjadikanmu kuat bertahan hingga saat ini…

. Dan satu hal engkau harus kaya, kaya dalam ilmu, kaya dalam hati dan kaya yang mungkin dimaknai manusia kebanyakan ini…

CINA, sepuluh tahun lagi mungkin kita akan bisa tertawa bersama atau menangis tersedu membaca tulisan ini. Karena “Hidup dan nasib, bisa tampak berantakan, misterius, fantastis, dan sporadis, namun setiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari sebuah desain holistik yang sempurna. Menerima kehidupan berarti menerima kenyataan bahwa tak ada hal sekecil apa pun terjadi karena kebetulan. Ini fakta penciptaan yang tak terbantahkan. [Diinterpretasikan dari pemikiran agung Harun Yahya oleh Andrea Hirata dalam EDENSOR]”